TIGA LANGKAH MENUJU JALAN KEBEBASAN
Kata Nya kepada mereka semua : “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku”, (Lukas 9:23). Ini adalah perkataan agung yang diucapkan Yesus. Bukan saja kata yang sarat makna, tapi juga kata yang penuh kuasa. Namun, dalam perspektif manusia daging segera protes meluncur deras, karena yang tampak adalah peniadaan hak. Dan, peniadaan hak setali tiga uang dengan pelucutan kebebasan. Ya, kebebasan, yang menjadi idola manusia modern, sekaligus kebebasan yang juga mencipta banyak permasalahan. Kebebasan yang bisa jadi menghapus garis batas moral, sehingga yang amoralpun dianggap sah, bebas. Sementara, disisi lain juga bisa jadi tindakan anarkis, ketika simayoritas merasa bebas melakukan apa saja terhadap yang minoritas. Ya, kebebasan bisa jadi sosok menakutkan bahkan mematikan. Tapi,tanpa kebebasan apa jadinya manusia? Nah, kalau begini, yang jadi masalah bukanlah kebebasan itu, tapi defenisi yang dikenakan kepadanya. Namun, masalahpun tak segera usai, karena sekarang pertanyaannya adalah siapa yang berhak memberi defenisi? Mungkin anda segera menebak dengan tepat berdasarkan ayat diatas. Yesus, karena memang ucapan diatas adalah perkataan Nya. Tapi tetap tersisa tanya, mengapa harus Yesus yang tepat memberi definisi? Sederhana saja, karena rasanya, tidak ada yang lebih tepat dari DIA, yang bermoral tinggi karena tidak mengenal dosa, apalagi hidup didalamnya. Hidup dalam kebenaran, bahkan hingga dikematian Nya dikayu salib. Dikhianati namun tak membenci, dizalimi namun memberkati. Dia yang penuh kasih tanpa pernah berlaku diskriminasi. Dia, yang sangat menikmati hidup dan bahkan berkata Dia sendirilah hidup itu (roti hidup, air hidup). Dan, yang lebih pas lagi dalam konteks kebebasan, karena Dia lah kebebasan sejati. Didalam Dia kita merdeka. Bebas, bukan saja dihidup ini, bahkan bebas dari kuasa dosa hingga “kehidupan nanti”. Nah, anda ingin kebebasan yang sejati. Tiga langkah penting untuk mendapatkannya.
1. Penyangkalan diri.
Jika diselusuri dalam kejujuran yang penuh, maka nyatalah pusat kekisruhan menterjemahkan kebebasan adalah diri itu sendiri. Diri manusia yang telah dikuasai virus dosa, yang hanya mampu menangkap bayang bayang kebebasan, namun kehilangan makna aslinya. Dosa yang telah mengacaukan sistim nilai yang benar. Tak heran jika muncul sejuta defenisi, dari yang mirip hingga tak mirip sama sekali. Jadi, penyangkalan diri merupakan tahap awal manusia memasuki wilayah kebebasan. Menyangkal diri berarti, tak lagi membuat diri pusat, juga berarti dengan rela “melepas hak”. Penyangkalan diri, meniadakan diri, maka yang ada hanya DIA, Tuhan yang hidup, yang menguasai diri dan memberi nilai. Manusia yang menyangkal diri, menemukan nilai baru yang sejati karena bersumber dari yang Illahi. Penyangkalan diri yang bukan menyiksa diri atau mematikan kehendak. Orang yang menyangkal diri tetap berkehendak, namun kehendak yang baru, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Disini, manusia memasuki dan menikmati nilai baru yang tepat arah. Di penyangkalan diri, ditemukan kebebasan yang sejati, bukan produk diri, tapi anugerah dari yang Illahi.
2. Memikul Salib.
Salib, (Inggris Cross), berasal dari kata (Latin Crux), yang bermakna krusial, penting. Salib, itu berarti sangat sangat penting. Penting, dalam segala aspek kehidupan kristiani. Khotbah dibukit dengan tepat melukiskan kenikmatan salib. Berbahagialah orang yang dianiaya karena kebenaran. Bagaimana mungkin? Nah, disinilah letak keunggulan salib. Memikul salib bukanlah penderitaan karena penindasan, melainkan kebahagiaan karena kebenaran. Dan, kebahagiaan itu (Yunani; makarios) bentuknya present, sekarang saat mengalami aniaya. Disini ada kebebasan sejati. Dalam memikul salib, aniaya tak lagi mampu menyakiti orang benar. Orang yang benar didalam Kristus telah merdeka dari tekanan apapun, dan kuat menanggung apapun. Mereka telah bebas dari katakutan hidup, karena bebas dari dosa yang mencipta teror didalam kehidupan. Salib jadi kehormatan yang mendemonstrasikan nilai kebebasan sejati didalam hidup. Bayangkan, betapa hebat dan luasnya kebebasan yang ada. Namun ingat, orang benar tak bebas untuk berbuat dosa. Orang yang berbuat dosa hanyalah tawanan tanpa daya untuk menolak kehendak setan. Mereka tidak bebas, tidak merdeka, hanya budak. Wilayah kebebasan orang benar ada dalam kebenaran, merdeka dari teror dosa, dalam bentuk apapun. Jadi, jangan lari dari salib karena saliblah jalan kebebasan sejati. Dijalan salib manusia merdeka.
3. Mengikut Yesus
Akhirnya, bentangan luas wilayah kebebasan yang tidak bertepi terhampar bagi orang benar, untuk hidup benar, merdeka dari ketakutan, bahkan dibalik kehidupan. Mengikut Yesus, disitulah, dan itulah, kebebasan sejati. Bebas yang tidak bebas (baca,terbatas) adalah kesejatian kebebasan manusia yang terbatas. Namun sekali lagi awas, didalam Kristuslah wilayah kebebasan, sementara wilayah perbudakan ada pada setan. Mengikut Yesus itulah jalan kebebasan, sementara setan hanya menawarkan kebebasan yang penuh kepalsuan. Kepalsuan yang akan menelan orang yang tidak hidup dalam kebenaran. Kepalsuan, dimana perbudakan berasesoriskan kemerdekaan. Salah memilih anda akan tersesat diwilayah perbudakan, sementara tepat memilih sungguh sebuah mutiara kasih karunia.
Selamat datang diwilayah kebebasan sejati.
Kata ini tepat, untuk orang tepat, yang memilih tepat, diwaktu yang tepat, jalan mana yang tepat, menuju kebebasan sejati. “Selamat bebas”.
0 komentar:
Posting Komentar